BERITA LANSIR - Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan, Murti Utami, mengatakan bahwa penggunaan maskers N95 ternyata tidak direkomendasikan untuk anak-anak, ibu hamil, lansia, dan juga penderita penyakit kronik. Walaupun, penggunaan masker N95 cukup baik untuk menghalangi 95 persen partikel kabut asap, terutama PM 10.
"Masker N95 tidak direkomendasikan untuk anak-anak, ibu hamil, pasien dengan penyakit kardiovaskuler, penyakit paru kronik serta untuk penggunaan di dalam rumah atau di dalam ruangan," demikian dikatakan Murti dalam keterangan persnya, seperti dilansir dari InfoPublik, di Jakarta, Senin (19/10).
Lebih lanjut, Murti menjelaskan, berdasarkan beberapa penelitian, penggunaan masker N95 dan masker bedah tidak berbeda dari segi kejadian ISPA akibat pajanan asap kebakaran hutan. Hal ini berhubungan dengan teknik penggunaan masker N95 yang tidak tepat, sehingga manfaatnya hampir sama dengan penggunaan masker bedah biasa.
"Jika digunakan dengan teknik dan cara yang benar, masker N95 dapat mengurangi gejala pernapasan yang timbul akibat pajanan asap kebakaran, namun penggunaan masker N95 mempunyai keterbatasan berupa ketidaknyamanan penggunanya dan penggunaannya terbatas, yaitu maksimal hanya delapan jam," papar Murti.
Penggunaan masker N95 direkomendasikan pada seseorang yang harus berada di luar ruangan saat kondisi asap cukup pekat dilihat dari kualitas udara PM 10 atau angka ISPU. Syaratnya, individu yang memakai harus fit agar kemampuan proteksinya terjamin dengan baik. Komponen asap kebakaran hutan terdiri atas gas, partikulat dan uap yang memiliki dampak terhadap kesehatan.
"Sampai saat ini tidak ada satupun jenis masker atau respirator yang dapat memproteksi terhadap semua komponen gas dari asap kebakaran hutan. Masker ataupun respirator didesain untuk mengurangi pajanan partikulet (PM)," papar Murti.
Murti Utami menambahkan, terdapat banyak jenis respirator, yaitu air purifying device dan air supplying device. Air purifying device memiliki beberapa jenis seperti N100, N95, R100, P100 dan lainnya yang didasarkan pada kemampuannya memfiltrasi partikel.
Sedangkan untuk jenis masker bedah didesain untuk memfilter partikel yang besar tetapi tidak untuk partikel yang kecil, penetrasinya sekitar 60-70 persen, sehingga partikel masih dapat masuk ke saluran napas.
"Hingga saat ini, penelitian tentang penggunaan berbagai jenis masker pada kondisi kebakaran hutan masih terus berjalan," tandas Murti.
|InfoPublik|ty|
Photo by Asiaone |
Lebih lanjut, Murti menjelaskan, berdasarkan beberapa penelitian, penggunaan masker N95 dan masker bedah tidak berbeda dari segi kejadian ISPA akibat pajanan asap kebakaran hutan. Hal ini berhubungan dengan teknik penggunaan masker N95 yang tidak tepat, sehingga manfaatnya hampir sama dengan penggunaan masker bedah biasa.
"Jika digunakan dengan teknik dan cara yang benar, masker N95 dapat mengurangi gejala pernapasan yang timbul akibat pajanan asap kebakaran, namun penggunaan masker N95 mempunyai keterbatasan berupa ketidaknyamanan penggunanya dan penggunaannya terbatas, yaitu maksimal hanya delapan jam," papar Murti.
Penggunaan masker N95 direkomendasikan pada seseorang yang harus berada di luar ruangan saat kondisi asap cukup pekat dilihat dari kualitas udara PM 10 atau angka ISPU. Syaratnya, individu yang memakai harus fit agar kemampuan proteksinya terjamin dengan baik. Komponen asap kebakaran hutan terdiri atas gas, partikulat dan uap yang memiliki dampak terhadap kesehatan.
"Sampai saat ini tidak ada satupun jenis masker atau respirator yang dapat memproteksi terhadap semua komponen gas dari asap kebakaran hutan. Masker ataupun respirator didesain untuk mengurangi pajanan partikulet (PM)," papar Murti.
Murti Utami menambahkan, terdapat banyak jenis respirator, yaitu air purifying device dan air supplying device. Air purifying device memiliki beberapa jenis seperti N100, N95, R100, P100 dan lainnya yang didasarkan pada kemampuannya memfiltrasi partikel.
Sedangkan untuk jenis masker bedah didesain untuk memfilter partikel yang besar tetapi tidak untuk partikel yang kecil, penetrasinya sekitar 60-70 persen, sehingga partikel masih dapat masuk ke saluran napas.
"Hingga saat ini, penelitian tentang penggunaan berbagai jenis masker pada kondisi kebakaran hutan masih terus berjalan," tandas Murti.
|InfoPublik|ty|
No comments